­

Oleh-oleh dari Yogyakarta

Juli 13, 2019

'Ara dimana?'

Notifikasi tersebut melayang di layar ponselku. Dilanjutkan dengan dua pesan singkat berikutnya.

'Bisa ke Tebet?'
'Atta pergi.'

Tanpa berpikir panjang. Aku membalas pesan tersebut.

'Aku otw, Bun'

Kepulanganku dari Jogja ditutup dengan kabar duka seorang sahabat terbaikku. Liburan yang kukira bisa menjadi obat untuk pekerjaan kantor yang tidak manusiawi berubah menjadi tangisan yang tak terbendung.

'Ta, jangan pergi dulu. Gue bawa oleh-oleh dari Jogja khusus buat elo.'

'Ta, plis kali ini gue ga bercanda. I AM NOT JOKING WITH YOU!'

Kubentak dirinya. Kukeraskan suaraku. Tapi, dia hanya tertidur tenang. Pulas dan tak ada jawaban.

'Ta, plis. Gue mohon jangan pergi.'

Bunda memelukku.

'Selama kamu di Jogja, Atta nyariin kamu terus, Ra. Bunda bingung mesti jawab apa. Bunda hanya bisa bilang kalo kamu liburan ke Jogja. Saat itu keadaannya parah sekali. Turun drastis. Tanpa kamu, Ra. Dia ga bisa apa-apa.'

Aku menyela, 'Maafin aku, Bun. I am so selfish.'

Bunda melanjutkan, 'Gapapa. Kamu udah berhasil mengubah dia. Dia ga egois lagi.'

Bunda mengambil sapu tangan. Menyeka air mataku dan berlanjut bercerita, 'Biasanya dia selalu bilang untuk menelepon kamu, minta kamu supaya cepetan dateng ke sini. Tapi, kali ini dia hanya bilang 'Titip Ara ya, Bun. Bilangin dia jangan begadang terus dan stop overthinking.' 

Kami berdua terisak. 

'Saat itu Bunda sudah berprasangka buruk. Tapi, dia bertahan. Selama dua hari dia masih seperti biasa, minum obat, nonton stand up dan baca buku. Hari Kamis, saat kamu bilang sudah berangkat dari Jogja. Dia senang.' 

Bunda menahan isaknya.

'Tapi, Tuhan ingin melihat Atta lebih senang. Dia sembuh. Dia bersama Tuhan sejak kemarin. Sejak kamu berangkat dari Jogja.'

Sejak itu...
Aku punya makna berbeda dengan kata Jogja. Kepergian.

23:35
12.7.19
6°16'38'' LS 
106°51'34'' BT

You Might Also Like

0 komentar

FOLLOW BUTTON