Hari Keanekaragaman Hayati 2019
Juli 17, 2019
Tanggal 10 Agustus nanti, dunia akan memperingati Hari Keanekaragaman Hayati Internasional dan Indonesia juga akan memperingati Hari Konservasi Alam Nasional. Terkait latar belakang adanya peringatan tersebut saya pun tidak tahu. Ketika menulis blog ini, dibenak saya hanya muncul pertanyaan, kenapa ada Hari Keanekaragaman Hayati Internasional? Kenapa harus ada dan perlu dirayakan? Seberapa besar urgensi masalahnya sehingga Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berani mengeluarkan uang yang cukup BANYAK untuk perayaan Hari Keanekaragaman Hayati 2019 ini?
Catatan: pada kalimat-kalimat selanjutnya saya akan menggunakan kata KLHK sebagai singkatan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar tidak boros kata dan memperlambat jemari saya untuk lelah.
Terkait jawaban benar dari pertanyaan-pertanyaan tersebut saya pun tidak tahu. Tapi, menurut saya pribadi bahwa kenapa kita perlu merayakan Hari Keanekaragaman Hayati Internasional dan perlu dirayakan semasif ini karena Indonesia merupakan negeri terkaya akan keanekaragaman hayati.
Jika Cina boleh unggul dalam produksi ponsel, Korea Selatan unggul dalam produksi drama korea, India unggul dalam bidang film bollywoodnya, Indonesia boleh unggul dalam keanekaragaman hayatinya. Negeriku adalah negeri megabiodiversitas. Sanggat bangga!
Saya tidak bergurau dengan kalimat di atas. Buktinya: mengutip kalimat dari website indonesia.go.id bahwa Brazil, Indonesia, dan Zaire adalah tiga dari sepuluh negara dengan keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia.
The question has been answered!
Kenapa Indonesia perlu merayakan Hari Keanekaragaman Hayati Internasional? Karena Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tidak sedikit. Banyak. Sehingga, diperlukan upaya peningkatan kesadaran masyarakat untuk lebih peduli dan sayang kepada alam negaranya sendiri dan KLHK memanfaatkan momentum Hari Keanekaragaman Hayati 2019 ini sebagai upaya realisasi hal di atas.
Apakah mudah menyadarkan masyarakat agar sayang kepada alam Indonesia? Tidak. Sangat susah dan merepotkan. Oleh karena itu, KLHK merayakan Hari Keanekaragaman Hayati Internasional dan Hari Konservasi Alam Nasional semasif ini. Contohnya, dengan memberikan hadiah jalan-jalan GRATIS ke Taman Nasional di beberapa wilayah Indonesia bagi para insan beruntung yang telah mengikuti sayembara dengan jujur.
Bukankah masyarakat Indonesia seperti itu? Lebih tertarik dengan barang atau jasa yang tidak mengeluarkan uang atau gratis. Bersyukur jika mendapatkan bonus juga. Padahal hal tersebut dilakukan demi kebaikan masyarakat Indonesia agar tidak semena-mena dengan alamnya sendiri.
Rasa ingin tahu saya kembali. Di benak saya muncul pertanyaan 'Kenapa harus sayang dengan alam sendiri? Bukankah kita (manusia) makhluk yang superior di muka bumi ini, lantas boleh saja kita semena-mena dengan alam ini? Bukankah manusia punya akal? Jikalau alam ini pun sudah tidak layak sebagai rumah, manusia dengan akalnya bisa membuat rumah sintetis.'
Dengan akalnya, saya rasa bukan hal yang mustahil manusia bisa menciptakan keanekaragaman hayati yang baru, alam yang baru, bahkan menciptakan bumi yang baru.
Saya mencoba menjawab pertanyaan di atas: Kenapa harus sayang kepada alam? Sederhana. Karena bagi saya, alam memberikan saya kehidupan. Tanpa alam yang asri dan asli, saya dan mungkin Anda tidak bisa memiliki kehidupan.
Terlalu teoritis memang 'alam memberikan saya kehidupan'. Omong kosong! Planet Mars tidak memiliki alam, tapi para ilmuwan berani mengatakan bahwa manusia bisa hidup di Planet Mars. Kalimat tersebut menyatakan bahwa manusia bisa hidup tanpa alam, bukan?
Baik. Mari berdiskusi... Saya mencoba menjawab pertanyaan tersebut dengan lebih realistis dan pasti bukan jawaban yang omong kosong.
Kenapa harus sayang kepada alam?
Karena kata 'alam' memiliki makna yang sangat luas. Saya perkecil ruang lingkupnya dengan mengganti kata alam menjadi keanekaragaman hayati.
Bagi sebagian manusia mungkin bosan mendengar kata 'keanekaragaman hayati'. Jika mendengar kata tersebut, hal yang muncul di benak segelintir manusia ialah flora dan fauna yang membentang dari Sabang sampai Merauke, seruan dan ajakan untuk bersyukur bahwa rakyat Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang berlimpah, pernyataan-pernyataan sombong mengenai jumlah flora dan fauna endemik di pelosok negeri dan disusul dengan berita menyedihkan bahwa saat ini keanekaragaman hayati Indonesia sudah rusak karena manusianya, walhasil kalimat-kalimat sombong tadi ditutup dengan ajakan untuk melestarikan keanekaragaman hayati Indonesia. Menyedihkan.
Bagi saya, jika keanekaragaman hayati Indonesia dibahas dengan cara di atas sudah terlalu umum, basi dan sangat membosankan.
Mari kita membahas keanekaragaman hayati Indonesia dari yang paling dasar. Dimulai dari pertanyaan bahwa kenapa harus sayang kepada keanekaragaman hayati Indonesia?
Sederhana.
Karena keanekaragaman hayati memberikan saya kehidupan. Keanekaragaman hayati sumber pangan dan kesehatan kita. Oksigen yang saya hirup berasal dari keanekaragaman hayati (baca: pepohonan). Daging, tahu dan tempe yang saya konsumsi berasal dari keanekaragaman hayati (baca: sapi, kedelai). Tanpa oksigen dan pangan, saya tidak bisa hidup. Mungkin bukan hanya saya saja tapi Anda juga.
Apakah Anda bisa hidup tanpa oksigen dan pangan? Apakah Anda bisa hidup tanpa keanekaragaman hayati? Jikalau jawaban Anda: tidak. Tunggu apalagi? Tidak ada omong kosong lagi, sudah saatnya kita sayang kepada keanekaragaman hayati negeri kita.
Tapi, menurut saya kalimat di atas terlalu wacana. Sudah saatnya kita sayang kepada keanekaragaman hayati negeri kita. Persetan dengan omong kosong tersebut!
Di era yang digital seperti saat ini, kalimat tersebut hanya omong kosong. Di berbagai platform sudah banyak kalimat dan ajakan yang bermaksud sama dengan kalimat di atas. Tapi, sebagian besar ajakan tersebut hanya berhenti di postingan media sosial saja. Payah. Lagi-lagi wacana.
Berapa banyak manusia yang benar-benar mengambil aksi dan tidak berwacana untuk sayang kepada keanekaragaman hayati negeri ini? Ratusan, ribuan, atau jutaan?
Di luar sana mungkin banyak manusia yang bergotong royong untuk menyerukan: sayangi keanekaragaman hayati negeri ini. Mereka berusaha keras merawat dan menjaga keaslian keanekaragaman hayati negeri ini tanpa gaji bahkan sebaliknya, mengorbankan waktu, materi dan nyawa mereka untuk keaslian keanekaragaman hayati negeri ini.
Bagaimana dengan diri kita? Bagaimana dengan saya? Apa yang sudah saya lakukan untuk menyayangi keanekaragaman hayati negeri ini? Hati saya menjawab, saya sudah membuang sampah pada tempatnya dan menggunakan transportasi umum. Memang terlihat sepele. Tapi jika tidak dimulai diri sendiri, mau sampai kapan harus menunggu ajakan dari orang lain? Sampai kiamat? Tanyakanlah pada diri kita masing-masing.
Apa yang sudah kita lakukan untuk menyayangi keanekaragaman hayati negeri ini? Seberapa sering kita memperlakukan alam semena-mena demi kepuasan diri kita?
Konon katanya manusia merupakan makhluk berakal, hal sederhana seperti menyayangi alam saja tidak bisa. Apalagi, menyayangi sesama manusia. Payah.
Mari, mulai dari sekarang mengambil aksi dan jangan berwacana. Inilah saatnya menyayangi keanekaragaman hayati negeri ini!
Terakhir...
Dari tulisan di atas dapat disimpulkan bahwa manusia dan alam merupakan suatu hal yang paralel. Jika manusianya sehat maka alamnya pun akan sehat dan sebaliknya, jika manusianya sakit alamnya pun juga akan sakit.
Oleh karena itu, apabila kita melihat atau mendengar berita bahwa keanekaragaman hayati Indonesia sudah sakit, tidak mengherankan bahwa manusia yang ada di tempat tersebut juga sakit. Sama halnya dengan alam yang sakit (misalnya gunung meletus, gempa bumi dan lainya) akan mengakibatkan manusia pesakitan di wilayah tersebut.
Lantas bagaimana menyembuhkannya? Ada dua masalah di sini: menyembuhkan alam yang sakit dan obat bagi manusia yang sakit.
Sederhana.
Pertama, sakitnya alam merupakan kehendak Tuhan sehingga manusia tidak bisa berbuat banyak. Menurut saya, manusia hanya bisa berdoa. Kedua, obat bagi manusia yang sakit. Lagi-lagi jawaban yang sederhana. Merawat kewarasan dan kesadaran. Jangan terlalu beringas memperkosa alam, wahai manusia!
1 komentar
Keren, makjleb! Tulisannya ��
BalasHapus